Offboarding tidak harus canggung. Dengan pendekatan manusiawi dan sistematis, HR bisa tetap menjaga relasi baik walau karyawan resign.
Ilustrasi Awal:
Hari terakhir kerja, karyawan hanya kirim “Thanks ya semuanya” di grup.
Tidak ada ucapan dari atasan. Tidak ada refleksi atau apresiasi.
Besoknya, dia update di LinkedIn: “Relieved to be out.”
Masalah:
Offboarding seringkali terasa dingin dan kaku, tanpa memperhatikan aspek emosional dari perpisahan.
Padahal hubungan yang berakhir baik bisa membawa manfaat jangka panjang:
- Employer branding positif
- Kandidat rujukan dari alumni
- Potensi rehire di masa depan
Tanda Offboarding Tidak Manusiawi
- Tidak ada pengakuan atas kontribusi karyawan
- Karyawan keluar tanpa penutupan personal
- Exit hanya soal dokumen, bukan relasi
Langkah HR Membangun Offboarding yang Manusiawi
1. Lakukan “Closing Talk” Langsung dengan HR dan Atasan
- Bahas kontribusi, refleksi, dan pesan terakhir
- Beri ruang untuk ungkapan personal
2. Kirimkan Apresiasi Formal dan Informal
- Surat apresiasi atau shoutout dari tim
- Posting internal sebagai bentuk pengakuan
3. Bangun Alumni Network Internal
- Simpan kontak alumni dengan niat baik
- Undang alumni ke event atau konten HR
Tabel: Offboarding Kaku vs Offboarding Manusiawi
Offboarding Kaku | Offboarding Manusiawi |
---|---|
Tanpa komunikasi personal | Ada apresiasi dan refleksi |
Karyawan keluar dengan hambar | Alumni tetap jadi advocate |
Hubungan putus total | Relasi bisa lanjut di masa depan |
HR bukan hanya pengelola data, tapi juga hubungan. Offboarding adalah momen penting untuk menjaga keduanya tetap sehat.