Benefit non-tunai seringkali nanggung dan kurang dimanfaatkan. Pelajari cara membuatnya relevan dan impactful bagi karyawan di Indonesia.
Ilustrasi Awal:
Ada subsidi gym, tapi hanya bisa dipakai di 1 kota.
Ada potongan belanja, tapi hanya berlaku di merchant tertentu.
Hasilnya? Karyawan nggak pakai, HR kecewa, budget terbuang.
Masalah:
Benefit non-tunai sering gagal karena tidak fleksibel dan tidak sesuai kebutuhan nyata.
Program terlalu generik, atau justru terlalu niche.
Beberapa kesalahan umum:
- Terlalu fokus pada partnership, bukan kebutuhan karyawan
- Tidak mempertimbangkan lokasi dan aksesibilitas
- Minim sosialisasi internal
Tanda Benefit Non-Tunai Anda Kurang Relevan
- Tingkat penggunaan rendah atau nol
- Banyak karyawan tidak tahu cara klaimnya
- HR sulit menjelaskan nilai manfaatnya dalam rekrutmen
Solusi HR: Rancang Ulang dengan Fokus Karyawan
1. Buat Survei “What Matters Most”
- Tanya langsung preferensi berdasarkan segmen usia/lokasi
- Prioritaskan benefit dengan nilai praktis tinggi (transport, kesehatan)
2. Pilih Partner yang Adaptif dan Digital-Friendly
- Pilih vendor yang bisa diakses nasional, termasuk kota kecil
- Sediakan platform atau aplikasi yang user-friendly
3. Edukasi Lewat Format Sederhana & Visual
- Gunakan infografis atau video pendek
- Tunjukkan cara klaim, contoh penggunaan, dan benefit real-nya
Sebelum vs Sesudah Perbaikan Benefit Non-Tunai
Sebelum (Nanggung & Ribet) | Sesudah (Relevan & Praktis) |
---|---|
Partner terbatas, lokasi terbatas | Vendor nasional & digital aksesibel |
Karyawan bingung pakai benefit-nya | Tingkat pemakaian tinggi |
Tidak terasa jadi nilai tambah | Jadi pembeda saat rekrutmen & retensi |
Benefit non-tunai bisa jadi game changer—asal dirancang dari kacamata karyawan, bukan vendor.
Jangan hanya “ada”, pastikan manfaatnya terasa.