Karyawan terbaik jarang ribut saat ingin resign—mereka diam, tapi sinyalnya jelas. HR perlu jeli menangkap tanda-tanda ini sebelum kehilangan talenta inti.
Ilustrasi Awal:
Seminggu lalu, seorang karyawan senior mulai jarang ikut diskusi.
Tugas diselesaikan rapi, tapi tanpa inisiatif ekstra.
Tiba-tiba, hari Jumat sore: email pengunduran diri masuk.
Manajernya kaget. HR-nya lebih kaget.
Padahal semua terlihat “baik-baik saja”.
Masalah:
Top talent jarang membuat keributan. Saat mereka mulai merasa tidak cocok, mereka mundur perlahan—tanpa drama.
Dan ketika HR menyadarinya, seringkali sudah terlambat.
Tanda-Tanda Halus yang Sering Terlewatkan
- Penurunan partisipasi di meeting atau diskusi informal
- Respons email/Slack jadi makin singkat dan fungsional
- Tidak lagi mengusulkan ide baru atau feedback untuk tim
- Enggan bicara tentang rencana jangka panjang di perusahaan
- Mulai aktif di LinkedIn (likes, post, update profil)
Langkah Proaktif HR untuk Mendeteksi dan Mencegah
1. Lakukan Check-in Berkala Bukan Hanya Saat Evaluasi Kinerja
- Gunakan 1-on-1 informal tiap 4–6 minggu
- Fokus pada motivasi, bukan cuma target
2. Berdayakan Atasan Langsung Sebagai Radar Awal
- Beri pelatihan micro-coaching dan membaca sinyal disengagement
- Dorong pendekatan empati, bukan kontrol
3. Ciptakan Jalur Komunikasi Aman untuk Aspirasi Karier
- Bangun sistem internal mobility atau shadow project
- Ajak karyawan diskusi rencana karier tanpa takut dicap “gak loyal”
Top Talent Paling Diam, Tapi Paling Berdampak Saat Pergi
Dibiarkan Tanpa Perhatian | Diperhatikan Secara Proaktif |
---|---|
Resign tiba-tiba dan berdampak besar | Loyal lebih lama dan kontributif |
Talent war terus berulang | Retensi sehat, biaya rekrut lebih kecil |
Employer brand jadi sorotan negatif | Citra perusahaan makin positif |
HR tidak bisa lagi hanya menunggu “surat resign”.
Deteksi dini dan perhatian personal jadi senjata utama menjaga karyawan terbaik tetap tinggal.