HRIS seharusnya memudahkan kerja HR, tapi kalau salah pilih, justru bikin proses makin rumit. Simak cara evaluasi platform HRIS agar sesuai kebutuhan.
Ilustrasi Awal:
Sebuah startup lokal sudah pakai HRIS sejak 2 tahun lalu. Tapi cuti tetap dikonfirmasi via WhatsApp, lembur dicatat di Excel, dan payroll harus diinput ulang. Apa gunanya digitalisasi kalau masih dikerjakan manual?
Masalah:
Banyak HRIS hanya sekadar digitalisasi proses, tanpa integrasi dan otomasi. Ini menimbulkan kerja dua kali yang tidak efisien.
Solusi: HRIS Harus Sesuai Operasi dan Skala
- Evaluasi ulang fitur: Apakah sudah end-to-end?
- Pastikan HRIS lokal paham konteks regulasi Indonesia (BPJS, THR, PPh 21)
- Cek integrasi: fingerprint, payroll, shift, cuti
- Hindari HRIS yang hanya “pretty UI” tanpa fungsional
- Minta demo yang simulasi real-case, bukan slide presentasi
Tabel: Checklist Evaluasi HRIS
Area | Tanda HRIS Efektif | Tanda Harus Diganti |
---|---|---|
Absensi | Sinkron dengan mesin atau mobile app | Masih perlu input manual |
Payroll | Otomatis update sesuai PPh/BPJS | Harus pakai Excel tambahan |
Cuti & Lembur | Pengajuan & approval langsung di app | Tetap lewat WA atau email |
Penutup:
Digitalisasi bukan soal tren, tapi efisiensi nyata.
HRIS harus menyatu dengan workflow, bukan jadi aplikasi tambahan yang membebani.