Pelatihan bisa jadi sia-sia kalau kompetensi yang ditingkatkan tidak sesuai dengan arah perubahan bisnis. Pelajari cara HR menyesuaikan learning dengan kebutuhan nyata.
Ilustrasi Awal:
Perusahaan mulai shifting ke digital, tapi pelatihan yang diberikan masih seputar topik-topik lama.
Karyawan rajin ikut training, tapi skill-nya nggak nyambung dengan tantangan baru.
Tim tetap gagap saat sistem berubah.
Masalah:
Upskilling seringkali dilakukan berdasarkan asumsi, bukan peta kompetensi yang relevan.
Hasilnya:
- Learning tidak berkontribusi pada kesiapan organisasi
- Kompetensi baru tidak menjawab kebutuhan perubahan
- Budget dan waktu pelatihan terbuang
Tanda Kompetensi yang Salah Sasaran:
- Banyak pelatihan tapi pain point tim tetap berulang
- Tidak ada hubungan antara pelatihan dan hasil bisnis
- Materi belajar tidak kontekstual terhadap tantangan unit kerja
Cara HR Menyesuaikan Target Upskilling:
1. Lakukan “Competency Gap Mapping” per Fungsi
- Bandingkan kebutuhan bisnis dengan kompetensi existing
- Fokus ke 3-5 kompetensi kunci saja
2. Libatkan Business Leader dalam Penyusunan Learning Plan
- Validasi arah pelatihan berdasarkan proyeksi strategi
- Gunakan data evaluasi kinerja untuk mendukung
3. Gunakan Simulasi untuk Uji Efektivitas Upskilling
- Simulasikan kondisi kerja nyata
- Lihat apakah hasil pelatihan bisa langsung diaplikasikan
Upskilling: Asumsi vs Strategis
Dimensi | Berdasarkan Asumsi | Berdasarkan Kebutuhan Nyata |
---|---|---|
Pemilihan Materi | HR tentukan sepihak | Validasi bareng fungsi bisnis |
Dampak ke Performa | Tidak terukur | Terlihat dari output & respon tim |
Efektivitas Jangka Panjang | Lemah, cepat usang | Adaptif dan sustain |
Skill yang tepat akan membuat tim siap hari ini, bukan hanya ‘siap ikut training’.