Banyak organisasi menyusun succession plan tanpa data talenta yang akurat. Artikel ini membahas kenapa proses ini harus berbasis bukti, bukan intuisi, agar tidak salah langkah.
Ilustrasi Awal:
Dalam rapat manajemen, CHRO menanyakan siapa yang siap menggantikan posisi Head of Sales tahun depan. Semua mata tertuju pada satu nama, tapi tidak ada data kompetensi, readiness, atau rencana pengembangan yang jelas.
Masalah:
Succession plan sering kali hanya berdasarkan persepsi dan hubungan pribadi, bukan evidence.
Penyebab Proses Succession Gagal:
- Tidak ada sistem assesment readiness
- Data pengembangan karyawan tidak terdokumentasi
- Tidak ada indikator waktu & kesiapan jabatan
- Jalur karier tidak disinkronkan dengan kebutuhan bisnis
Solusi: Membangun Succession Planning Berbasis Data
1. Buat Talent Pool dan Update Secara Berkala
2. Gunakan Talent Grid: Performance x Potential
3. Kembangkan Individual Development Plan (IDP)
4. Sinkronkan dengan Struktur Organisasi Masa Depan
Tabel: Succession Plan – Pendekatan Feeling vs Data
Pendekatan Feeling | Pendekatan Berbasis Data | Risiko Strategis |
---|---|---|
“Kayaknya dia cocok” | Bukti hasil assesment & feedback | Salah posisi, stagnan talent |
Tidak ada jadwal readiness | Target waktu readiness 6-12 bulan | Talent gap makin lebar |
Hanya nama tanpa plan | Ada IDP per kandidat kunci | Tidak berkembang tepat waktu |
Penutup:
Succession bukan tebak-tebakan.
HR harus jadi pemilik sistem yang bantu organisasi pilih dengan objektif dan proaktif.