Struktur organisasi bisa tampak ideal di atas kertas, tapi praktiknya banyak tim bingung siapa mengerjakan apa. Artikel ini membahas cara menyusun job architecture yang relevan dan praktis.
Ilustrasi Awal:
Sebuah perusahaan teknologi mengeluhkan lambatnya delivery project. Setelah ditelusuri, ternyata dua tim memiliki tanggung jawab yang hampir sama—tapi tidak satupun merasa benar-benar bertanggung jawab penuh.
Masalah:
Role yang tidak jelas menciptakan kebingungan, gesekan antar tim, dan lambatnya eksekusi.
Struktur mungkin tampak logis, tapi job architecture-nya tidak di-breakdown ke level harian.
Gejala Umum:
- Tim saling melempar tanggung jawab
- Ada posisi yang terlalu luas (generalist overload)
- Banyak approval lambat karena tidak tahu siapa decision maker
- HR kesulitan merancang KPI per individu
Solusi: Buat Job Architecture yang Kontekstual dan Dinamis
1. Breakdown Role sampai Aktivitas Utama
– Jangan hanya job title, buat mapping tanggung jawab spesifik
2. Tautkan Setiap Role ke Output Bisnis yang Terukur
– Contoh: “Lead Developer = fitur X siap dalam 2 sprint”
3. Buat Role Mapping Matrix untuk Area yang Bersinggungan
4. Review dan Update Setiap 6 Bulan (Minimal)
– Organisasi berubah, role juga harus adaptif
Tabel: Perbedaan Desain Struktur vs. Job Architecture
Elemen | Struktur Organisasi | Job Architecture |
---|---|---|
Fokus | Kotak dan Hierarki | Aktivitas, tanggung jawab, output |
Tujuan | Stabilitas dan kontrol | Kejelasan dan efektivitas operasional |
Review dilakukan oleh | Direksi atau pimpinan | HR + Unit Bisnis |
Penutup:
Struktur tanpa definisi role yang tepat seperti blueprint tanpa detail bangunan.
Job architecture adalah jembatan antara desain dan eksekusi.