Terlalu banyak posisi manajerial bisa bikin organisasi gemuk di atas, lemah di bawah. HR perlu seimbangkan antara pemimpin dan pelaksana.
Ilustrasi Awal:
Sebuah perusahaan punya 5 posisi “Manager” dalam tim berisi 10 orang.
Keputusan harus disetujui 3 layer dulu sebelum bisa jalan.
Banyak rapat, tapi sedikit yang benar-benar jalan.
Ini tanda klasik: struktur terlalu top-heavy alias kebanyakan bos, kurang pelaksana.
Masalah:
Struktur organisasi yang terlalu “miring ke atas” bikin alur kerja lambat dan biaya SDM membengkak.
Selain itu:
- Terlalu banyak decision-maker, minim eksekutor
- Talenta operasional merasa tidak berkembang
- Komunikasi makin panjang dan tidak efisien
Tanda Struktur Terlalu Top-Heavy
- Lebih banyak yang duduk di meeting daripada yang kerja di lapangan
- Setiap keputusan harus naik 2-3 layer dulu
- Tim pelaksana kewalahan karena kekurangan resource
Langkah HR Menyederhanakan Struktur Tanpa Mengorbankan Fungsi
1. Audit Posisi Berdasarkan Kontribusi, Bukan Jabatan
- Apa dampak nyata dari posisi ini ke bisnis?
- Apakah masih relevan untuk dipertahankan atau bisa digabung?
2. Turunkan Rasio Manajer ke Tim Ideal (1:6 – 1:10)
- Hindari satu manajer hanya mengelola 1-2 orang
- Seimbangkan antara pengarah dan pelaksana
3. Bangun Jalur Karier Non-Manajerial
- Beri ruang bagi talenta teknis untuk berkembang tanpa harus jadi manajer
- Hindari budaya “naik jabatan = makin jauh dari kerja nyata”
Dampak Struktur yang Lebih Seimbang
Sebelum (Struktur Berat di Atas) | Sesudah (Struktur Lebih Ramping) |
---|---|
Rapat banyak, eksekusi lambat | Keputusan lebih cepat dan responsif |
SDM operasional kewalahan | Pelaksana cukup dan terdistribusi baik |
Biaya SDM membengkak | Struktur lebih efisien dan berdampak |
Organisasi yang gesit bukan yang banyak manajer—tapi yang cukup orang untuk benar-benar kerja.
HR harus berani menyusun ulang struktur supaya lincah dan relevan.