Struktur HR tidak otomatis membuat fungsinya strategis. Artikel ini membahas bagaimana HR bisa keluar dari jebakan operasional.
Ilustrasi Awal:
Sudah ada HRBP, Talent Acquisition, L&D, hingga C&B.
Tapi semua orang HR tetap mengerjakan semuanya: rekrutmen, urus BPJS, sampai buat konten pelatihan.
Jabatan sudah dibagi, tapi fungsinya tetap tumpang tindih.
Masalah:
Struktur HR seringkali hanya formalitas. Padahal, fungsi HR harus punya spesialisasi yang jelas agar bisa bekerja optimal.
Masalah yang sering muncul:
- Beban kerja tidak proporsional
- HR tidak bisa fokus pada fungsi strategis
- Performa tim tidak maksimal
Tanda HR Masih Jadi “Tukang Serba Bisa”
- Semua request HR masuk ke satu pintu
- HRBP masih handle payroll atau rekrutmen langsung
- Job title berbeda, tapi aktivitas hariannya mirip semua
Langkah Menyusun Struktur HR yang Fungsional
1. Audit Aktivitas Harian Setiap Peran
- Catat semua aktivitas real selama 2 minggu
- Cocokkan dengan JD dan value stream HR
2. Realokasi Tugas Sesuai Spesialisasi
- Pindahkan tugas administratif ke HR Ops
- Biarkan HRBP fokus ke isu organisasi dan people
3. Buat SLA Internal HR
- Setiap fungsi punya respon time dan tanggung jawab jelas
- Minimalkan bola liar atau “semua dikerjain rame-rame”
Dampak HR yang Terstruktur dengan Baik
Sebelum (HR Serba Bisa) | Sesudah (HR Spesialisasi Jalan) |
---|---|
Fokus buyar, semua kerjakan semua | Setiap fungsi fokus pada domainnya |
Sulit ukur performa tim HR | KPI per fungsi jadi lebih terukur |
HR kelelahan tapi tidak berdampak | HR lebih fokus dan lebih dihargai |
HR akan makin dipercaya kalau strukturnya bukan sekadar lengkap, tapi juga benar-benar bekerja sesuai fungsinya.