Exit interview sering dianggap formalitas, padahal isinya bisa jadi sinyal retensi yang sangat kuat. Artikel ini bahas bagaimana tim HR bisa memanfaatkan data tersebut jadi aksi nyata.
Ilustrasi Awal:
Dalam 6 bulan terakhir, 9 karyawan resign. Hasil exit interview menunjukkan alasan serupa: “kurang berkembang”, “hubungan dengan atasan”, dan “beban kerja tinggi”. Tapi… data itu hanya masuk folder HR. Tidak pernah jadi diskusi strategis.
Masalah:
Exit interview cuma jadi dokumen, bukan alarm strategi retensi.
Kita kehilangan insight yang berulang tanpa ada perubahan.
Penyebab Data Exit Interview Nggak Diubah Jadi Aksi:
- Format wawancara tidak terstruktur
- Tidak ada sistem coding atau analisa tren
- Hasil tidak pernah dibahas bersama business leader
- Tidak dianggap sebagai early warning system
Solusi: Gunakan Exit Interview Sebagai Sinyal Strategis
1. Gunakan Template Pertanyaan Berdasarkan Kategori Retensi
– Karier, Hubungan, Proses, Budaya
2. Implementasi Matrix Analisa Exit (Volume x Root Cause)
3. Buat Summary Bulanan + Heatmap Resign
– Visualisasi penyebab dominan
4. Libatkan Leader dalam Review Exit Data Setiap Kuartal
Tabel: Exit Interview – Dari Formalitas ke Aksi Nyata
Praktik Saat Ini | Praktik Efektif | Dampak Strategis |
---|---|---|
Catatan lepas & naratif | Template terstruktur & kategorikal | Bisa dianalisis per tren |
Simpan di file internal | Dibawa ke forum HRBP atau Komite Talent | Mendapatkan buy-in atasan |
Tidak di-review | Dijadikan early signal untuk retensi | Tindakan preventif lebih cepat |
Penutup:
Jangan tunggu survei tahunan untuk tahu alasan karyawan pergi.
Exit interview bisa jadi alarm retensi — kalau kita mau dengar.