Kesalahan rekrutmen berulang bisa terjadi karena proses interview tidak memvalidasi kompetensi secara objektif. Artikel ini kupas cara HR memperbaikinya.
Ilustrasi Awal:
Rekrutmen baru dua bulan, tapi user sudah bilang:
“Kayaknya nggak cocok, ya. Kurang mandiri.”
Padahal waktu interview, semua jawaban kandidat terdengar meyakinkan.
Apakah kita menilai kompetensi atau hanya “kesan”?
Masalah:
Interview yang terlalu subjektif bisa menghasilkan keputusan rekrutmen yang salah.
Bias muncul karena:
- Terlalu fokus ke chemistry dan komunikasi
- Tidak ada acuan kompetensi yang jelas
- Tidak semua interviewer tahu cara menggali skill secara obyektif
Tanda Interview Tidak Memvalidasi Kompetensi
- Semua kandidat ditanya hal yang berbeda-beda
- Tidak ada kriteria baku untuk menilai jawaban
- Keputusan hanya berdasarkan feeling atau “cocok/nggak cocok”
Langkah HR Memperkuat Validitas Interview
1. Gunakan Daftar Kompetensi Inti Tiap Posisi
- Contoh: Problem solving, initiative, collaboration
- Buat daftar pertanyaan spesifik untuk masing-masing
2. Pakai Skoring Terstruktur untuk Jawaban Kandidat
- Nilai jawaban berdasarkan level kompetensi
- Hindari penilaian hanya dari kesan umum
3. Training Interviewer: Teknik STAR dan Behavioral Questioning
- Ajarkan interviewer untuk menggali situasi nyata, bukan teori
- Fokus ke hasil nyata dan cara kandidat menghadapinya
Tabel: Interview Subjektif vs Interview Berbasis Kompetensi
Interview Subjektif | Interview Berbasis Kompetensi |
---|---|
Penilaian suka/nggak suka | Penilaian berbasis indikator jelas |
Pertanyaan tidak terarah | Pertanyaan konsisten dan terukur |
Risiko salah rekrut tinggi | Kesesuaian posisi lebih akurat |
Proses seleksi yang profesional dimulai dari validasi yang obyektif.
HR harus bantu user membedakan antara feeling dan faktual.