Banyak karyawan dipromosikan karena loyalitas atau senioritas, padahal belum siap secara kompetensi. HR harus berani ambil peran korektif.
Ilustrasi Awal:
Karyawan A sudah 7 tahun kerja.
Karena dianggap “sudah waktunya”, dia dipromosikan jadi Supervisor.
Tapi setelah itu, tim jadi nggak terarah, proyek molor, dan turnover naik.
Kenapa? Karena dia belum siap secara kompetensi manajerial.
Dan tidak ada proses validasi sebelum promosi.
Masalah:
Promosi tanpa evaluasi kompetensi adalah bom waktu.
Beberapa praktik buruk yang umum terjadi:
- Promosi karena masa kerja atau kedekatan dengan atasan
- Tidak ada asesmen objektif atau simulasi peran
- Tidak disiapkan pelatihan transisi sebelum naik level
Ciri Umum Promosi yang Tidak Siap Kompetensi
- Karyawan bingung menangani tim atau konflik
- Target mulai meleset setelah promosi
- Anggota tim merasa tidak dipimpin dengan baik
Peran HR Agar Promosi Selaras dengan Kompetensi
1. Wajibkan Asesmen Kompetensi Pra-Promosi
- Gunakan case study, simulasi, atau 360 feedback
- Validasi kesiapan soft skill & leadership
2. Susun Jalur Pelatihan Transisi Posisi
- Sediakan learning track untuk peran baru
- Mulai dari coaching, mentoring, sampai shadowing
3. Review Keputusan Promosi dengan Data HR
- Gunakan data absensi, performa, dan feedback sebagai pertimbangan
- Libatkan HR sebagai pihak konfirmasi akhir, bukan hanya formalitas
Perbandingan: Promosi Asal vs Promosi Berdasarkan Kompetensi
Promosi Asal Usul | Promosi Berbasis Kompetensi |
---|---|
Berdasar senioritas | Berdasar kesiapan dan bukti kinerja |
Tanpa pelatihan transisi | Ada program kesiapan posisi baru |
Sering berujung demotivasi tim | Meningkatkan produktivitas tim |
Naik jabatan itu bukan hadiah—itu tanggung jawab.
HR wajib jaga kualitas kepemimpinan lewat kompetensi.