Performance appraisal yang bias bisa merugikan karyawan dan tim. Pelajari cara HR mendesain sistem yang adil, berbasis bukti, dan bukan asumsi.
Ilustrasi Awal:
Setiap akhir tahun, para manajer buru-buru isi form appraisal. Penilaian copy-paste, hasilnya mirip tahun lalu, dan beberapa karyawan “langganan bagus” meskipun performanya biasa saja.
Masalah:
Appraisal yang berbasis opini atasan dan tanpa data konkret cenderung bias dan tidak membantu pengembangan karyawan.
Jenis Bias dalam Appraisal:
- Recency Bias: hanya ingat kejadian terakhir
- Halo Effect: karena orangnya “baik”, nilainya bagus semua
- Similarity Bias: nilai tinggi untuk yang “mirip” atasan
- Leniency Bias: malas konflik, semua dikasih nilai tinggi
Solusi: Ubah Sistem Appraisal Jadi Lebih Objektif
1. Gunakan penilaian berbasis bukti dan data (project, hasil kerja)
2. Berikan pelatihan anti-bias untuk para reviewer
3. Tambahkan elemen review dari peer/klien internal
4. HR kontrol standar review dengan random audit
Tabel: Komponen Appraisal yang Fair dan Relevan
Komponen | Tujuan | Implementasi Praktis |
---|---|---|
Evidence-based review | Kurangi opini, fokus hasil kerja | Lampirkan proyek/output saat review |
Peer feedback | Validasi dari rekan kerja | 360 feedback terbatas, hanya internal tim |
Reviewer training | Atasi bias | Workshop 1x/tahun + simulasi studi kasus |
Penutup:
Appraisal bukan rutinitas administratif.
Kalau HR tidak mengubahnya, performa karyawan akan terus stagnan karena dinilai tidak adil.