Budaya ‘sungkan’ sering kali bikin HR dan leader menoleransi orang yang performanya buruk. Artikel ini bahas cara menyikapi tanpa bikin drama.
Ilustrasi Awal:
Seorang staf lama tidak pernah inisiatif, sering telat update laporan, tapi tetap dipertahankan karena “dia sudah lama kerja, dan orangnya baik”.
Masalah:
- HR dan atasan ragu menindak karena alasan personal
- Budaya kerja jadi tidak sehat karena standar dibiarkan turun
- Karyawan lain jadi ikut permisif
Tabel: Bedakan Toleransi Sehat vs Toleransi Merusak
Jenis Toleransi | Efek Jangka Pendek | Efek Jangka Panjang |
---|---|---|
Mengabaikan performa rendah | Tim jadi menyesuaikan diri | Budaya malas dan tidak inisiatif |
Tidak memberi umpan balik langsung | HR kehilangan kontrol | HR dianggap tidak punya taring |
Memberi kesempatan tanpa batas | Stagnasi produktivitas | High performer resign satu per satu |
Solusi Praktis:
- Buat jalur coaching ringan bagi staf yang performanya stagnan
- Gunakan matrix observasi (performa vs sikap) secara objektif
- Libatkan role model internal untuk bantu ubah pola kerja
Penutup:
Toleransi tidak salah. Tapi bila tanpa batas dan tanpa tindakan, HR hanya akan jadi pengamat kejatuhan budaya kerja dari dalam.