Keteladanan pimpinan adalah kunci utama penerapan budaya dan nilai perusahaan. Artikel ini membahas mengapa leader yang tidak konsisten akan merusak kredibilitas HR dan engagement karyawan.
Ilustrasi Awal:
Poster di pantry: “Kita Junjung Integritas dan Transparansi”.
Tapi di ruang meeting, atasanmu tiba-tiba ubah target tanpa alasan jelas, dan nggak pernah terbuka soal keputusan penting.
Karyawan hanya bisa saling pandang:
“Katanya transparan?”
Masalah:
Ketika pimpinan tidak jadi contoh nyata dari nilai perusahaan, maka budaya organisasi kehilangan makna.
Tanda Leadership Gagal Menjadi Role Model:
- Nilai Perusahaan Tidak Tercermin dalam Perilaku Harian
– Contoh: preach soal “kolaborasi”, tapi atasan lebih suka one-man show - Karyawan Bingung Apa yang Sebenarnya Dianggap Penting
– Tidak ada konsistensi antara omongan dan tindakan - HR Kesulitan Mendorong Budaya karena Tidak Didukung Pimpinan
– Inisiatif culture jadi terasa ‘top-down HR project’ saja - Muncul Budaya “Lihat Siapa Atasannya”
– Nilai berubah tergantung gaya tiap pimpinan, bukan jadi pegangan bersama
Solusi: Bangun Kepemimpinan yang Autentik dan Konsisten
1. Review Leadership Behavior Secara Terbuka dan Berkala
– Pakai feedback 360° atau shadowing untuk lihat gap antara kata dan laku
2. Buat “Cultural Accountability” sebagai KPI Pimpinan
– Bukan hanya capai target bisnis, tapi juga konsistensi terhadap nilai
3. Dokumentasikan Cerita Nyata Keteladanan
– Bantu tim internal melihat seperti apa “value” saat diterapkan nyata
4. Libatkan Pimpinan di Setiap Program Budaya
– Minta mereka jadi pembuka sesi onboarding, townhall, dan sesi budaya
Tabel Perbandingan: Leader Sebagai Role Model vs Kontradiktif
Aspek | Role Model Otentik | Pimpinan Kontradiktif |
---|---|---|
Dampak ke Budaya | Konsisten, dipercaya | Membingungkan, melemahkan budaya |
Pengaruh terhadap HR | Mendukung dan memperkuat inisiatif | Menjadikan HR terlihat tidak relevan |
Retensi Karyawan | Tinggi, loyalitas meningkat | Rendah, disengagement tinggi |
Inti Pesan:
Karyawan menilai nilai perusahaan bukan dari brosur, tapi dari bagaimana pemimpinnya bersikap.
Kalau leader tidak jadi contoh, maka strategi budaya akan gagal—tak peduli secanggih apa desainnya.