Karyawan senior berperforma bagus tapi membawa pengaruh buruk sering jadi dilema HR. Simak cara menanganinya tanpa menciptakan drama di organisasi.
Ilustrasi Awal:
Dia sudah 8 tahun di perusahaan, dikenal sebagai “andalan tim”. Tapi akhir-akhir ini sering menyindir rekan baru, menolak ikut pelatihan, dan pasif-agresif ke atasan. Semua tahu, tapi tak ada yang berani menegur.
“Kalau dia keluar, kita repot,” kata manajer.
“Tapi kalau tetap dibiarkan, tim lain bisa rusak,” batin HR.
Masalah: Performa Tinggi Tapi Perilaku Negatif
HR sering menghadapi dilema ini:
- Karyawan senior punya skill dan hasil bagus
- Tapi sikap, komunikasi, dan energinya merusak tim
- Dikhawatirkan: mempengaruhi budaya, menurunkan engagement, menekan karyawan lain
Sayangnya, banyak organisasi menoleransi dengan alasan: “yang penting hasilnya bagus.” Padahal dampaknya jangka panjang sangat merusak.
Mengapa Ini Bahaya?
- Menurunkan Standar Perilaku Perusahaan
Jika satu orang dibiarkan bertindak seenaknya, tim lain bisa merasa:
“Oh, yang penting hasil. Attitude tidak penting.” - Menciptakan Rasa Tidak Adil
Karyawan lain jadi enggan berkembang atau bicara jika ada masalah.
Ujungnya? Retensi turun, konflik naik. - Menghambat Regenerasi & Inovasi
Senior toxic sering jadi penghalang munculnya ide baru dari talenta muda.
Langkah Praktis untuk HR:
1. Pisahkan Hasil dari Perilaku
- Nilai performa kerja (output) secara terpisah dari perilaku kerja (cara mencapai)
- Gunakan dua skala dalam performance review
2. Berani Bangun Intervensi Personal
- Lakukan coaching 1-on-1, dengan pendekatan profesional
- Tanyakan: “Bagaimana Anda ingin dikenang oleh tim Anda?”
- Jelaskan dampak perilaku terhadap budaya tim, bukan sekadar opini
3. Siapkan Rencana Transisi jika Perlu
- Bangun succession plan pelan-pelan
- Jika tak berubah, organisasi tetap bisa jalan tanpa “bergantung”
Framework Penanganan Karyawan Senior yang Toxic
Langkah | Tujuan | Hasil yang Diharapkan |
---|---|---|
Analisis perilaku & pengaruhnya | Objektif & jelas, bukan asumsi | Bukti konkret untuk intervensi |
Komunikasi langsung & coaching | Buka ruang perbaikan | Respons dari karyawan yang bersangkutan |
Evaluasi progres (3 bulan) | Pastikan perubahan konsisten | Keputusan: lanjut atau transisi |
Plan B: Regenerasi | Kurangi ketergantungan | Siapkan pengganti diam-diam |
Menghadapi karyawan senior yang toxic memang sulit. Tapi jika HR memilih diam, maka pesan yang tersampaikan ke seluruh organisasi adalah:
“Budaya baik bisa dikalahkan oleh prestasi individu.”
Dan itu bukan organisasi sehat jangka panjang.