Karyawan yang loyal tapi stagnan adalah sinyal bahwa engagement perlu diarahkan ke pertumbuhan. HR perlu ubah pendekatannya.
Ilustrasi Awal:
Dia loyal, selalu aktif di program internal, dan punya hubungan baik dengan tim.
Tapi sudah 4 tahun, tidak pernah pindah peran, tidak ikut pelatihan, tidak punya target baru.
Apakah ini karyawan ideal?
Atau justru disengagement dalam bentuk yang lebih halus?
Masalah:
Engagement tanpa pertumbuhan bisa menimbulkan stagnasi.
Risikonya:
- Karyawan jadi terlalu nyaman dan menolak perubahan
- Potensi besar tidak dimaksimalkan
- Organisasi kehilangan akselerator dari dalam
Tanda Engagement Tidak Diarahkan ke Pertumbuhan
- Karyawan aktif tapi tidak punya target peningkatan skill
- Jarang terlibat dalam proyek pengembangan
- Tidak pernah keluar dari zona nyaman perannya
Langkah HR Mengubah Engagement Jadi Motor Pertumbuhan
1. Tautkan Engagement ke Learning Journey Personal
- Gunakan engagement sebagai pintu masuk ke program L&D yang relevan
2. Sediakan Stretch Project yang Terukur
- Dorong keterlibatan dalam proyek baru yang menantang kapasitas
3. Bangun Budaya “Challenge with Support”
- HR fasilitasi coaching yang menantang tapi tetap suportif
- Pemimpin dilatih jadi pendorong pengembangan, bukan sekadar supervisor
Tabel: Engagement Stagnan vs Engagement Berkembang
Engagement Stagnan | Engagement Berkembang |
---|---|
Aktif tapi di zona nyaman | Aktif dan terus eksplorasi |
Tidak berkembang skill | Skill naik seiring loyalitas |
Tidak siap perubahan | Jadi agen perubahan internal |
Engaged bukan berarti cukup puas. HR harus ubah keterlibatan jadi pertumbuhan berkelanjutan.