Exit interview sering formalitas atau malah dilewatkan. Artikel ini bahas kenapa HR harus serius gali insight saat karyawan resign.
Ilustrasi Awal:
Seorang karyawan resign setelah 3 tahun kerja.
Saat exit interview, HR hanya tanya: “Alasannya personal ya?”
Tidak ada catatan, tidak ada data, tidak ada insight.
Padahal, karyawan ini membawa cerita penting yang terlewat.
Masalah:
Banyak perusahaan gagal memanfaatkan momen exit sebagai sumber belajar.
Tanpa exit feedback yang jujur, kita kehilangan dua hal:
- Sinyal potensi masalah internal yang belum terlihat
- Peluang memperbaiki pengalaman kerja bagi yang masih bertahan
Ciri Exit Interview yang Gagal
- Dilakukan buru-buru, sekadar formalitas
- Tidak ada pertanyaan mendalam, hanya template
- Hasilnya tidak pernah ditindaklanjuti oleh manajemen
Cara HR Mendapat Feedback Exit yang Jujur dan Bernilai
1. Gunakan Pihak Netral atau HRBP yang Terlatih
- Karyawan lebih terbuka jika tidak berhadapan langsung dengan atasan
- Gunakan pendekatan yang empatik dan terbuka
2. Hindari Pertanyaan Generik
- Gali contoh nyata, bukan cuma rating
- Fokus pada pengalaman tim, proses, dan kepemimpinan
3. Buat Rekap Insight Bulanan atau Kuartalan
- Data exit harus dianalisis, bukan disimpan
- Bisa jadi dasar perbaikan retensi dan manajemen tim
Tabel: Exit Interview Efektif vs Formalitas
Exit Interview Formalitas | Exit Interview Efektif |
---|---|
Pertanyaan standar dan umum | Gali pengalaman konkret dan jujur |
Tidak dianalisis datanya | Jadi insight untuk retensi |
Dilakukan asal selesai saja | Dikelola sebagai proses strategis |
Kalau ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi di organisasi, dengarkan cerita orang yang pergi.