Keterlibatan tidak akan optimal jika kelompok minoritas merasa tidak dilibatkan dalam kultur dan pengambilan keputusan.
Ilustrasi Awal:
Di satu divisi, ada satu karyawan dengan latar belakang agama berbeda dari mayoritas.
Setiap kali ada kegiatan tim, ia terlihat enggan ikut.
Tidak pernah diberi kesempatan jadi PIC.
Beberapa rekan bahkan ragu melibatkannya dalam diskusi.
Akhirnya ia merasa bukan bagian dari organisasi—dan engagement hilang perlahan.
Masalah:
Engagement tidak bisa dicapai kalau inclusion diabaikan.
Karyawan minoritas (agama, gender, status disabilitas, usia, atau pendidikan) sering merasa:
- Tidak dianggap dalam keputusan tim
- Tidak punya representasi di level atas
- Harus beradaptasi sepihak ke kultur mayoritas
Tanda Engagement Tidak Merata di Kelompok Minoritas
- Karyawan tampak menarik diri dari forum tim
- Tidak ada keberagaman dalam posisi kunci
- Ide dari kelompok minoritas jarang diangkat
Langkah HR Mendorong Engagement yang Inklusif
1. Audit Partisipasi dan Representasi Secara Nyata
- Bukan hanya jumlah, tapi peran aktif dalam keputusan dan forum
2. Ciptakan Forum Aman untuk Suara Minoritas
- Misalnya focus group terbuka, mentoring silang, atau komunitas support
3. Integrasikan Nilai Inklusivitas dalam Aktivitas Engagement
- Pastikan kegiatan, komunikasi, dan simbol perusahaan tidak bias mayoritas
Tabel: Engagement Mayoritas vs Engagement Inklusif
Fokus pada Mayoritas | Engagement Inklusif |
---|---|
Hanya sebagian yang merasa terhubung | Semua merasa punya tempat & peran |
Ide minoritas jarang didengar | Keberagaman jadi sumber inovasi |
Rotasi dan promosi homogen | Peluang terbuka lintas latar belakang |
Kalau ingin semua orang terlibat—maka semua orang harus merasa diikutsertakan.