Artikel ini membedah kenapa banyak organisasi gagal menyiapkan strategi keluar yang sehat dan kehilangan data penting dari resign.
Ilustrasi Awal:
Seorang analis IT mengajukan resign.
Manager hanya bilang “Sayang banget, good luck ya.”
Tidak ada exit interview. Tidak ada insight.
Masalah:
Resign dianggap tragedi, bukan bagian dari siklus hidup talent.
Padahal, fase offboarding justru bisa memberi insight paling jujur.
Tanda Exit Strategy Tidak Matang:
- Exit interview hanya formalitas HR
- Tidak ada dokumentasi alasan resign
- Tidak ada analisa tren resign antar fungsi
- Tidak ada peran manager dalam proses offboarding
Solusi: Bangun Strategi Talent Exit yang Strategis dan Berkelas
1. Standarisasi Exit Interview Format & Insight Analysis
– Bukan sekadar tanya alasan, tapi eksplorasi motif & pain points
2. Buat Talent Exit Dashboard untuk Monitoring
– Insight by unit, tenure, role, gender, dsb
3. Tindak Lanjut: Temuan Exit Harus Terkait dengan Retention Plan
– Misalnya: banyak resign karena supervisor → intervensi kepemimpinan
4. Libatkan Tim Leader: Bukan HR Sendiri yang Tahu Resign
– Ownership harus menyebar
Tabel: Exit Interview vs Exit Insight
Elemen | Praktik Umum | Praktik Strategis |
---|---|---|
Exit Form | Isian digital HR | Probing 1-on-1 + naratif |
Alasan Resign | Klasifikasi (gaji, pindah) | Eksplorasi pola & akar masalah |
Follow-up | Tidak ada | Masuk ke rapat HRBP – Leader |
Penutup:
Karyawan yang resign bisa jadi ‘mentor diam-diam’—mereka menyampaikan apa yang karyawan aktif enggan ucapkan.
Organisasi yang belajar dari offboarding akan tumbuh jauh lebih tajam.