Tanpa job leveling yang jelas, karyawan bingung naik ke mana dan pakai kriteria apa. HR perlu bikin sistem yang transparan dan konsisten.
Ilustrasi Awal:
Seorang senior staff merasa sudah lama bekerja, tapi belum pernah dapat promosi.
Di sisi lain, rekan selevel di divisi lain baru dua tahun tapi sudah jadi manager.
Mereka bingung: ukuran promosi itu apa, sih?
Masalahnya bukan soal siapa yang rajin—tapi soal job leveling yang nggak pernah dirumuskan dengan benar.
Masalah:
Banyak organisasi punya jabatan formal, tapi tidak punya sistem leveling yang konsisten dan adil.
Akibatnya:
- Promosi terasa tidak transparan
- Karyawan sulit melihat arah karier
- Manajer bingung memberi justifikasi naik level
- Retensi talenta jadi lemah
Tanda Job Leveling Perlu Dibenahi
- Jabatan sama, tapi tanggung jawab beda jauh antar unit
- Kriteria promosi tidak tertulis atau tidak dipahami
- Karyawan merasa stuck tanpa arah jenjang karier
Langkah HR Menyusun Job Leveling yang Transparan
1. Bangun Framework Berdasarkan Kompetensi dan Kompleksitas Tugas
- Buat definisi tiap level (misal: Junior, Senior, Lead, Manager)
- Sertakan ekspektasi output dan pengaruh ke organisasi
2. Mapping Jabatan ke Level dengan Konsisten antar Divisi
- Hindari loncatan jabatan yang tidak logis
- Lakukan penyesuaian jabatan jika perlu
3. Komunikasikan dan Sosialisasikan ke Semua Karyawan
- Gunakan visual sederhana: matrix atau roadmap
- Buka ruang diskusi agar bisa diadaptasi dengan realitas tim
Dampak Job Leveling yang Jelas
Sebelum (Level Jabatan Kabur) | Sesudah (Level Jabatan Transparan) |
---|---|
Promosi terasa tidak adil | Kriteria naik jabatan jelas dan konsisten |
Jalur karier tidak dipahami | Karyawan bisa merancang rencana karier |
Divisi satu dengan yang lain jomplang | Ada penyamaan struktur dan ekspektasi |
Job leveling bukan sekadar urutan jabatan—tapi sistem yang membangun kepercayaan.
HR yang kuat berani menyusun struktur yang adil dan bisa dipegang semua orang.