Menggabungkan gaji pokok dan tunjangan jadi satu angka? Praktis, tapi bisa memicu pelanggaran upah lembur. Artikel ini bedah risikonya untuk HR.
Ilustrasi Awal:
Sebuah pabrik tekstil menggabungkan semua komponen gaji dalam satu angka bulat: Rp6.000.000. Karyawan senang karena simpel. Tapi ketika diperiksa Dinas Ketenagakerjaan, hitungan upah lembur dan THR-nya salah besar.
Masalah:
Menggabungkan gaji pokok dan tunjangan jadi satu angka fix (sering disebut all-in) bisa menyulitkan HR saat:
- Hitung lembur sesuai UUK
- Bayar THR proporsional
- Rekap BPJS & PPh 21
- Audit eksternal dan ketenagakerjaan
Tabel: Risiko “All-in Salary” Tanpa Rincian Jelas
Risiko | Dampak Bagi HR | Saran Praktis |
---|---|---|
Salah hitung lembur | Sanksi & denda | Pisahkan komponen dalam slip gaji |
THR tak sesuai aturan | Keluhan karyawan | Hitung THR dari gaji pokok saja |
Audit BPJS bermasalah | Kena teguran resmi | Gunakan basis gaji pokok + tetap |
Praktik Aman:
- Buat surat rincian gaji meskipun totalnya all-in.
- Tetap pisahkan “gaji pokok” dan “tunjangan tetap” di sistem payroll.
- Jangan hanya andalkan angka bulat final.
Penutup:
HR bukan sekadar bayar gaji tepat waktu. Tapi juga harus jeli, terutama dalam aspek hukum. Praktis itu boleh — asal tidak menjebak.