Exit interview seringkali tidak menggali akar masalah karena karyawan takut bicara jujur. HR perlu pendekatan baru agar proses ini benar-benar berguna.
Ilustrasi Awal:
Karyawan bilang alasan keluar karena “mau cari tantangan baru”,
padahal beberapa minggu sebelumnya sering curhat soal toxic leadership.
Di exit interview? Semua terdengar diplomatis dan aman.
Masalah:
Banyak exit interview bersifat formalitas dan tidak menghasilkan insight yang nyata.
Karyawan sering menahan diri karena:
- Takut efek buruk ke masa depan
- Tidak percaya pada kerahasiaan
- Merasa tidak akan ada perubahan juga
Tanda Exit Interview Gagal Fungsi
- Jawaban terlalu umum dan klise
- Tidak ada tren yang bisa dianalisis dari data exit
- Feedback dari exit tidak ditindaklanjuti oleh manajemen
Langkah HR Meningkatkan Kejujuran Exit Interview
1. Pisahkan Exit Interview dan Proses Administratif
- Jadwalkan sesi reflektif setelah urusan administrasi selesai
- Fokus pada pengalaman, bukan form isian
2. Gunakan Interviewer Netral
- Libatkan pihak ketiga atau HRD lintas divisi
- Bangun rasa aman dan tidak ada konflik kepentingan
3. Sediakan Opsi Feedback Anonim
- Gunakan survey online anonim setelah keluar
- Sertakan pertanyaan terbuka dan rating kuantitatif
Tabel: Exit Interview Klise vs Exit Interview Autentik
Exit Interview Klise | Exit Interview Autentik |
---|---|
Alasan normatif dan aman | Alasan sistemik dan jujur terungkap |
Tidak bisa dijadikan data | Menjadi bahan evaluasi kebijakan |
Tidak ditindaklanjuti | Diolah dan disampaikan ke pimpinan |
Karyawan terakhir bicara saat keluar. HR yang cermat tahu: ini bukan momen basa-basi, tapi momen belajar.