Shopping Cart
Total:

Rp0

Items:

0

Your cart is empty
Keep Shopping

Budaya Perusahaan Bagus, Tapi Pemimpinnya Toxic? Retensi Tetap Gagal

Organisasi bisa punya nilai-nilai bagus di atas kertas, tapi jika pemimpinnya toxic, maka semua budaya runtuh. HR perlu menindak dan membangun accountability kepemimpinan.


Ilustrasi Awal:

Perusahaan ini dikenal dengan slogan “Respect, Growth, Collaboration.”
Namun, beberapa tim mengalami hal sebaliknya.
Seorang atasan selalu marah-marah di grup, menyalahkan tim di depan umum, dan mengambil kredit hasil kerja orang lain.
HR sudah menerima beberapa keluhan, tapi belum berani bertindak karena atasan itu dianggap “high performer”.

Beberapa karyawan kunci mulai resign diam-diam.
Employer branding tetap bagus, tapi di dalam, trust ambruk.


Masalah:

Tidak semua pemimpin mencerminkan budaya yang diiklankan organisasi. Saat perilaku toxic dibiarkan, maka budaya perusahaan hanya jadi slogan kosong.


Ciri-Ciri Pemimpin Toxic Tapi Dianggap “Performer”:

  1. Mengelola hasil, bukan manusia
    Fokus hanya ke KPI, tidak peduli cara mencapainya.
  2. Bicara nilai, tapi perilaku bertentangan
    Misalnya, budaya “respect” tapi menyindir tim di forum publik.
  3. Selalu “menang” di rapat, tidak pernah mendengar
    Keputusan diambil sepihak, ide tim tidak dihargai.

Akibat Langsung Pemimpin Toxic:

  • Talenta berkualitas keluar duluan
  • Tim pasif dan takut bicara
  • Nilai budaya jadi tidak dipercaya
  • HR dianggap tidak bisa menindak

Langkah HR Menangani Pemimpin Toxic:

1. Buat Sistem Umpan Balik dari Bawah ke Atas (Upward Feedback)

  • Tidak hanya 360 review, tapi anonymous feedback 2x setahun
  • Tinjau hasil sebagai bagian dari evaluasi kinerja pimpinan

2. Masukkan Perilaku Budaya sebagai Bagian dari KPI

  • Misal: “Kepemimpinan inklusif”, “Feedback positif dari tim”
  • Bobot minimal 30% dari total KPI

3. Tindak Tegas, Termasuk Pemimpin “Performer”

  • Kinerja bagus tidak membenarkan perlakuan buruk
  • Evaluasi kinerja harus seimbang antara hasil dan cara

4. Bangun Budaya “Accountable Leadership”

  • Pemimpin wajib jadi role model
  • Feedback bukan ancaman, tapi alat perbaikan

Tabel: Perbedaan Pemimpin Berkinerja Tinggi vs Toxic Performer

AspekHigh Performing LeaderToxic High Performer
Hasil BisnisTinggiTinggi
Perilaku terhadap timMembangun, suportifMerendahkan, menyalahkan
Hubungan antar timTerbuka dan kolaboratifPenuh ketakutan dan tertutup
Efek jangka panjangRetensi & growth tinggiBurnout & turnover tinggi

Checklist HR: Membedakan Performa Nyata vs Performa Beracun

  • Apakah pemimpin ini membuat tim berkembang atau stagnan?
  • Apakah turnover di bawahnya lebih tinggi dari unit lain?
  • Apakah karyawan nyaman menyampaikan pendapat di timnya?

HR bukan hanya pengelola proses—tapi penjaga nilai dan budaya. Jika pemimpin toxic dibiarkan, maka semua upaya branding dan budaya jadi sia-sia.

Stay Updated!

Subscribe to get the latest blog posts, news, and updates delivered straight to your inbox.

By pressing the Sign up button, you confirm that you have read and are agreeing to our Privacy Policy and Terms and Conditions