Gaya kepemimpinan yang otoriter sering dianggap efisien, tapi sebenarnya menghancurkan trust dan kreativitas tim. Simak cara HR menghadapinya.
Ilustrasi Awal:
Setiap ide ditolak dengan satu kalimat: “Saya sudah pernah coba itu—nggak berhasil.”
Setiap masukan dianggap perlawanan.
Karyawan akhirnya diam, hanya menuruti perintah.
Satu per satu resign, tapi sang bos bingung: “Kenapa tim saya lemah ya?”
Masalah:
Kepemimpinan yang tidak bisa dikritik menciptakan iklim kerja yang pasif dan tidak sehat.
Efeknya:
- Inovasi mandek
- Decision-making jadi lemah karena tidak ada feedback
- Turnover tinggi karena lingkungan kerja tidak terbuka
Tanda Kepemimpinan yang Terlalu Dominan
- Ide hanya datang dari atasan
- Karyawan takut mengemukakan pendapat
- Kesalahan selalu disalahkan ke tim, bukan refleksi diri pemimpin
Peran HR dalam Memperbaiki Pola Kepemimpinan
1. Gunakan Feedback 360 Derajat Secara Konsisten
- Tampilkan tren feedback karyawan terhadap gaya kepemimpinan
- Jadikan refleksi, bukan hukuman
2. Fasilitasi Coaching Bukan Training
- Executive coaching lebih efektif dari pelatihan massal
- Fokus pada peningkatan self-awareness pemimpin
3. Integrasikan Kepemimpinan dalam Sistem Penilaian Kinerja
- Jangan hanya nilai target, tapi juga cara memimpin tim
- Kaitkan gaya kepemimpinan dengan retensi dan engagement tim
Dampak Leadership yang Terbuka dan Adaptif
Sebelum (Bos Otoriter) | Sesudah (Pemimpin Terbuka) |
---|---|
Tim pasif dan penuh tekanan | Tim lebih partisipatif dan produktif |
HR kesulitan menahan karyawan | Engagement & retensi meningkat |
Tidak ada ide baru dari tim | Inovasi tumbuh dari berbagai level |
HR bisa jadi jembatan perubahan—tapi perubahan itu harus dimulai dari gaya memimpin di puncak.