Mengandalkan bonus akhir tahun bukan strategi reward jangka panjang. Saatnya HR memikirkan total value proposition yang menyatu dengan strategi bisnis.
Ilustrasi Awal:
Perusahaan X rutin memberi bonus akhir tahun sebesar 1-2 kali gaji.
Tapi saat bisnis tertekan dan bonus dipotong, engagement langsung anjlok.
Karyawan merasa tidak dihargai.
Padahal kontribusi mereka tidak berubah.
Ketergantungan pada satu bentuk reward (uang tunai) adalah strategi yang rapuh.
Masalah:
Mengandalkan insentif tunai tahunan membuat reward strategy jadi tidak fleksibel, mudah terpukul kondisi eksternal, dan tidak membangun loyalitas jangka panjang.
Efeknya:
- Ekspektasi karyawan hanya soal angka
- Tidak ada pengalaman nilai lain dari perusahaan
- Retensi bergantung pada kemampuan bayar perusahaan
Ciri Strategi Reward Terjebak di Pola Lama
- Semua insentif hanya berbentuk uang tunai
- Karyawan tidak tahu benefit apa saja yang mereka miliki
- Tidak ada diferensiasi antara reward untuk high vs low performer
Langkah Menyusun Total Reward Strategy yang Terintegrasi
1. Redefinisikan Value Proposition
- Selain gaji: pengembangan diri, fleksibilitas, pengalaman kerja, keseimbangan hidup
2. Segmentasi Reward Berdasarkan Persona Karyawan
- Apa yang dihargai Gen Z vs Gen X? Fleksibilitas? Cuti tambahan? Akses belajar?
3. Koneksikan Reward dengan Visi dan Target Bisnis
- Reward bukan hadiah—tapi penguat arah dan misi perusahaan
4. Bangun Komunikasi Internal Soal Value yang Ditawarkan
- Banyak karyawan tidak tahu mereka punya akses asuransi tambahan, mentoring, atau support psikologis
Tabel: Reward Konvensional vs Total Reward Strategy
Reward Lama (Tunai Fokus) | Total Reward Strategy |
---|---|
Gaji dan bonus tahunan saja | Gaji, bonus, benefit, budaya kerja |
Tidak beradaptasi | Fleksibel sesuai segmentasi |
Kurang memorable | Memberi pengalaman yang membekas |
Uang penting, tapi bukan segalanya. Strategi reward yang modern harus melihat manusia secara utuh—bukan hanya angka di slip gaji.