Jam hadir bukan indikator performa. Artikel ini mengulas cara HR membedakan antara kehadiran fisik dan kontribusi nyata dalam pekerjaan.
Ilustrasi Awal:
Setiap hari, karyawan hadir tepat waktu, check-in jam 08.00.
Tapi kerjaan selalu molor. Proyek tidak selesai, komunikasi tim lemah.
Sementara itu, ada yang WFH sebagian waktu—hasil kerjanya justru konsisten.
Masih yakin absensi = produktivitas?
Masalah:
Banyak organisasi masih terjebak dalam pendekatan operasional lama: mengukur disiplin dari jam hadir, bukan dari hasil kerja.
Ini berisiko menekan trust, fleksibilitas, dan budaya kerja sehat.
Mengapa Absensi Tidak Bisa Jadi Ukuran Tunggal Produktivitas
- Kehadiran fisik tidak menjamin fokus dan progres
- Tekanan untuk “terlihat sibuk” bisa mengurangi efektivitas kerja
- Sistem absensi sering digunakan untuk kontrol, bukan fasilitasi
Peran HR: Ubah Mindset dari “Jam Hadir” ke “Nilai Tambah”
1. Terapkan Sistem Output-Based Performance
- Ukur berdasarkan deliverables, bukan durasi kerja
- Buat indikator kerja yang relevan, bukan sekadar kuantitas kehadiran
2. Sesuaikan Sistem Kehadiran dengan Gaya Kerja Modern
- Fleksibel: masuk siang asalkan output tercapai
- Sistem hybrid dengan tracking capaian berbasis milestone
3. Edukasi Manajer agar Tidak Mengontrol, Tapi Mendorong
- Latih manajer memahami ritme kerja tiap individu
- Hindari pendekatan micromanagement
Transisi dari Fokus Absensi ke Fokus Produktivitas
Fokus pada Absensi Harian | Fokus pada Hasil Kerja |
---|---|
Budaya takut telat dan absen | Budaya tanggung jawab dan ownership |
Sistem kontrol penuh curiga | Sistem monitoring berbasis kepercayaan |
HR jadi “polisi waktu” | HR jadi enabler proses kerja efisien |
HR bukan penjaga mesin absensi. HR adalah desainer sistem kerja produktif.
Saatnya geser perhatian dari kehadiran ke kontribusi nyata.