Insentif berbasis kinerja hanya efektif jika target yang digunakan tepat. Artikel ini membahas hubungan reward dan desain KPI yang benar.
Ilustrasi Awal:
Tim produksi perusahaan logistik menerima bonus berdasarkan “jumlah paket yang diproses”.
Hasilnya? Paket diproses cepat, tapi banyak kesalahan input dan komplain pelanggan naik.
Insentif memang berjalan, tapi tidak menghasilkan nilai bisnis yang diharapkan.
Masalah:
Memberikan reward atas KPI yang salah akan mendorong perilaku yang salah.
Efek langsung:
- Karyawan fokus pada angka, bukan kualitas
- Tujuan strategis perusahaan tidak tercapai
- Reward justru merusak budaya kerja
Tanda KPI dan Reward Tidak Sinkron
- Karyawan mengejar target secara sempit, mengabaikan dampak luasnya
- Tidak ada koneksi antara reward dan hasil nyata bisnis
- Karyawan menjadi “short-term thinker” karena insentif jangka pendek
Langkah Memastikan KPI Mendukung Reward yang Sehat
1. Review KPI Berdasarkan Nilai Bisnis, Bukan Angka Kosong
- Apakah indikator mencerminkan impact jangka panjang?
2. Gunakan Kombinasi Output dan Outcome dalam Reward
- Misalnya: volume + kepuasan pelanggan, jumlah + kualitas
3. Libatkan Atasan dan HR dalam Evaluasi Desain KPI
- KPI yang asal copy-paste dari tahun lalu sering tidak relevan
Tabel: Reward atas KPI Keliru vs KPI Relevan
KPI Tidak Relevan | KPI yang Mendorong Impact Nyata |
---|---|
Fokus pada kecepatan semata | Seimbang antara hasil & kualitas |
Reward jadi tidak produktif | Reward jadi alat penggerak bisnis |
Karyawan hanya “mengejar angka” | Karyawan punya mindset kontribusi |
Reward strategy harus jadi penyambung antara target individu dan misi organisasi—dan semua itu dimulai dari KPI yang tepat.