Tes kompetensi sering dijadikan satu-satunya acuan. Padahal, cara kerja sehari-hari dan kontribusi nyata jauh lebih valid untuk menilai potensi seseorang.
Ilustrasi Awal:
Seorang karyawan gagal di assessment center, tapi tiap minggu deliver project dengan hasil nyata. Sementara kandidat yang lolos tes justru lemah dalam eksekusi lapangan.
Masalah:
- Over-reliance pada hasil tes & tools generik
- Tidak ada triangulasi dari perilaku kerja sehari-hari
- Potensi kontekstual tidak diperhitungkan
Tabel: Bandingkan Cara Ukur Kompetensi
Metode Pengukuran | Kelemahan Umum | Perbaikan Praktis |
---|---|---|
Tes tulis / assessment center | Tidak mencerminkan kondisi kerja nyata | Kombinasi dengan observasi perilaku kerja |
Self-rating | Bias tinggi, subjektif | Tambahkan peer & atasan feedback |
Interview kompetensi | Rentan scripted answers | Gunakan case study atau review proyek nyata |
Solusi Praktis:
- Gunakan 3 data point: hasil kerja, feedback, dan tools
- Integrasi kompetensi ke dalam evaluasi performa rutin
- HR wajib lakukan talent sensing, bukan sekadar testing
Penutup:
HR yang hanya pakai hasil tes untuk menilai orang ibarat menilai chef dari skor teori masak. Kompetensi nyata terlihat dari dapur, bukan dari kertas.