HRIS seringkali hanya jadi absensi digital tanpa menyentuh strategi. Apa penyebabnya, dan bagaimana menghindarinya?
Ilustrasi Awal:
Sebuah perusahaan manufaktur dengan 500 karyawan baru mengadopsi HRIS lokal. Sistem sudah berjalan 8 bulan, tapi payroll masih manual dan data karyawan tidak sinkron. Manajemen bilang: “Teknologinya nggak bantu apa-apa.”
Masalah:
HRIS sering dipilih karena harga murah atau karena rekomendasi vendor, tapi tidak disiapkan dari sisi proses, SDM, dan integrasi antar-fungsi. Akibatnya, HR hanya pakai 20% fiturnya.
Solusi: Ubah HRIS dari Sekadar Tools jadi Sistem Strategis
- Audit ulang proses manual sebelum migrasi ke sistem
- Libatkan user HR, Finance, dan IT dalam uji coba awal
- Mulai dari fitur esensial dulu: data karyawan, payroll, cuti
- Jadikan dashboard HRIS sebagai single source of truth
- Tunjuk system owner internal, bukan bergantung penuh ke vendor
Tabel: Checklist Sukses Implementasi HRIS
Area | Pertanyaan Kritis | Status Ideal |
---|---|---|
Data Karyawan | Apakah data sudah lengkap & bersih? | 95–100% valid |
Payroll | Siapa yang review formula & output? | HR + Finance bersama |
Approval Workflow | Apakah SOP approval tercermin di sistem? | Ya |
Laporan & Dashboard | Siapa yang pakai dan analisis? | HRBP & Pimpinan |
Penutup:
HRIS bukan software, tapi habit baru yang perlu dikawal.
Kalau HR tidak jadi owner sistemnya, jangan heran kalau hanya jadi alat absensi digital.